Oleh : Syafrudin Budiman, SIP
Pemerhati Sosial Politik dan Media
Pemilu Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2010-2015 Sumenep mendekati 80 hari lagi. Setiap partai politik (parpol) berlomba-lomba melakukan lobi politik untuk mendapatkan dukungan. Terutama parpol nasionalis yang memang ingin mendekat dan berkoalisi dengan partai berbasis Nahdliyin.
Warga Nahdliyin yang berbasis santri dan pesantren merupakan tempat yang empuk untuk menjadi sasaran. Ketika mampu meraih simpati dan dukungan basis tradisional. Kemungkinan angka suara menigkat dan tentunya sebagai modal menuju kemenangan pada Pilkada Sumenep nantinya.
Secara pemetaan pemilu legeslatif 2009 di Kabupaten Sumenep parpol berbasis Nahdliyin terbagi beberapa parpol. Hasil perolehan kursi DPRD diantaranya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 11 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 7 kursi dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) 4 kursi. Perolehan suara kursi PKB menurun dibandingkan pada pemilu legeslatif sebelumnnya.
Terbukti PKB Sumenep sebelumnya adalah pemenang dalam dua kali pemilu legeslatif. Dimana tahun 1999 memperoleh 25 kursi dan tahun 2004 memperoleh 20 kursi. Sedangkan pada pemilu legeslatif tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 11 kursi.
Sementara itu PPP pada pemilu legeslatif 1999 memperoleh 4 kursi dan 2004 mengalami peningkatan menjadi 7 kursi. Partai berlambang ka’bah ini pada pemilu legeslatif 2009 konsisten dengan tetap memperoleh 7 kursi. PPP relatif partai yang stabil dibandingkan PKB yang mengalami penurunan tajam.
Penurunan suara PKB tidak lepas akibat perpecahan di internal. Partai berlambang bintang sembilan ini sering kali terlibat konflik kepentingan (conflic of interest) terutama dalam pembagian kekuasaan. Sehingga berdiri PKNU yang didukung beberapa kiai kharismatik. PKNU akhirnya mampu mencuri suara PKB dengan memperoleh 4 kursi.
Selain pemetaan kursi parpol juga kita kembangkan secara pemetaan suara pemilu legeslatif. Waktu tahun 1999 PKB memperoleh suara sekitar 350 ribu dan pada pemilu legeslatif 2004 memperoleh suara sekitar 200 ribu. Selanjutnya pada pemilu legeslatif 2009 PKB mengalami penurunan tajam dengan memperoleh suara sebesar 125.393.
Sementara itu, PPP pada pemilu legeslatif 1999 memperoleh suara sekitar 50 ribu. Menjelang pemilu legeslatif 2004, KH. Fawaid As’ad Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jatim keluar PKB dan menyeberang ke PPP. Dimana akhirnya terjadi politik bedol deso dari PKB berpindah menuju PPP. Hal ini menyebabkan perolehan suara PPP pada 2004 meningkat menjadi 70 ribu suara.
Sementara pada pemilu legeslatif 2009 mengalami sedikit penurunan dengan memperoleh suara sebanyak 60.647. Sementara PPP Sumenep yang sebelumnya 1999 mendapatkan 4 kursi, melonjak naik menjadi 7 kursi pada 2004. Sedangkan PKNU sebagai partai baru sempalan PKB mampu memperoleh suara sebanyak 33.921.
Dari paparan kursi dan suara parpol tersebut, ada dua pertanyaan besar. Siapakah calon kandidat Bupati Sumenep dari kalangan Nadliyin? Dan kemanakah arah dukungan warga Nahdliyin pada Pilkada 2010-2015 nantinya? Tentu hal ini perlu melihat lebih mendalam lagi kemana arah politik dukungan parpol berbasis Nahdliyin.
Berikut ini sudah ada nama-nama kandidat dan arah dukungan parpol menjelang masa pendaftaran Pilkada 23-29 Maret 2010. Sudah muncul kandidat dari kalangan kiai, ulama dan tokoh Nadliyin yang mengambil formulir pendaftaran di KPUD.
Bahkan beberapa kandidat calon bupati dan calon wakil bupati sudah mengambil pada 18 Maret 2010. Diantaranya, pasangan KH. Busyro Karim (Mantan Ketua DPC PKB Sumenep/Pengasuh Ponpes Al-Karimiyah, Baraji-Gapura) - Soengkono Sidik (Mantan Kepala Bappeda).
Selanjutnya pasangan KH. Ilyasi Siraj (Mantan Anggota FKB DPR RI 2004-2009/Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Islam, Karang Cempaka-Bluto) – H. Rasik Rahman (Tokoh Masyarakat Kepulauan), Azasi Hasan (BNI Pusat) – Hj. Dewi Khalifah (Ketua Bidang Perempuan DPC PKB Sumenep-Ketua Muslimat NU/Pimpinan Pondok Pesantren Aqidah Usmuni) dan H. Sugianto (Pengusaha Real Estate) – KH. Muhsin Amir (Kader PPP/Pimpinan Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk).
Selain itu juga yang sudah mengambil formulir pendaftaran adalah Bambang Mursalin (Pengusaha/Konsultan Nasional) dan Malik Effendi (Ketua DPC PAN Sumenep-Anggota DPRD Jatim). Sementara itu dari calon perseorangan atau independen adalah pasangan Samruddin Toyib - Abdul Kadir, Kafrawi - Joko Soengkono dan Mahbub Ilahi - Hasan Basri.
Adapun rencana koalisi yang akan dibangun adalah KH. Busyro Karim – Soengkono Sidik melalui bendera PKB, PDIP dan Hanura. Selanjutnya Azasi Hasan – Hj. Dewi Khalifah didukung koalisi PKNU dan PBB. Sedangakan H. Sugianto – KH. Muhsin Amir melalui bendera koalisi PPP, PBR dan PK. Sementara Malik Effendi yang didukung PAN masih memiliki belum pasangan dan rencana mitra koalisi.
Selain itu Bambang Mursalin dengan didukung koalisi besar antara Partai Demokrat dan 15 parpol non parlemen. Bahkan Bambang Mursalin juga akan didukung partai besar lainnya, termasuk Partai Golkar dan PKS. Sampai saat ini Bambang Mursalin masih sama dengan Malik Effendi belum menentukan pasangan calon wakil bupati-nya.
Jika kita simak lebih seksama lagi, ternyata banyak muncul kandidat dari PKB Sumenep. Diantaranya, KH. Busyro Karim, KH. Ilyasi Siraj dan Hj. Dewi Khalifah. Ketiganya adalah kader PKB dan telah teruji loyalitasnya membesarkan PKB Sumenep. Walaupun pemilu legeslatif terakhir PKB Sumenep mengalami penurunan tajam dengan total suara sebesar 125.393.
Hal ini bak membelah semangka yang enak dan lezat untuk dibagi-bagi. PKB Sumenep bukan hanya terbagi menjadi dua kutub kekuatan antara KH. Ilyasi Siraj dan KH. Busyro Karim. Tetapi juga akan terbagi menjadi tiga kutub, dengan masuknya Hj. Dewi Khalifah sebagai calon wakil bupati. Tinggal kita lihat berapa kekuatan dan pengaruh kandidat bersangkutan dalam meraih dukungan simpatisan PKB dan warga Nahdliyin.
Jika Koalisi yang sudah direncanakan mendekati kepastian, tentu kita bisa melihat potensi dukungan yang ada. Koalisi PKB (125.393), PDIP (45.697) dan Partai Hanura (28.620) memiliki potensi total suara 199.710. Sedangkan koalisi PKNU (33.291) dan PBB (31.789) memiliki potensi total suara 65.080 suara. Selanjutnya koalisi PPP (60.647), PBR (18.413) dan PK (6.446) memiliki potensi suara 85.506.
Sementara untuk Bambang Mursalin yang masih belum menentukan cawabupnya memiliki potensi dukungan 148.189. Dimana meliputi suara Partai Demokrat (34.585), Partai Golkar (37.036), PKS (16.187) dan 15 parpol non parlemen (60.381). Sama dengan Bambang Mursalin, Malik Effendi belum menentukan pasangannya. Mengingat PAN (46.485) belum menemukan mitra koalisi dan wajib menambah 2 kursi atau suara sekitar 38 ribu untuk mendapatkan tiket.
Bisa dijelaklan bahwa yang memang memiliki potensi suara paling besar adalah koalisi PKB, PDIP dan Hanura. Seterusnya peluang kedua terbesar adalah koalisi PD, Partai Golkar, PKS dan gabungan 15 parpol non parlemen. Mengingat suara koalisi keduanya besar dan memiliki jaringan politik yang kuat di akar rumput.
Namun untuk rencana koalisi PKB, PDIP dan Hanura memiliki kelemahan di internal PKB yang memiliki banyak calon. Bahkan sampai-sampai PKB dan PDIP mengeluarkan statemen akan memberikan sangsi bagi para kader yang membelot. Tentu ini merupakan langkah positif, namun jika ada yang berbeda tidak dapat dicegah.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Sumenep, Unais Ali Hisyam, Senin, menjelaskan, pihaknya bersama PDIP sepakat berkoalisi dan selanjutnya mengusung pasangan bakal calon bupati-bakal calon wakil bupati, A. Busyro Karim-Soengkono Sidik, pada pilkada.
"Semua kader PKB diinstruksikan untuk berusaha memenangkan Kiai Busyro dan Soengkono pada pilkada. Kalau ada kader PKB yang justru bekerja untuk calon lain dan terbukti, kami akan memberikan sanksi administrasi hingga pemecatan pada yang bersangkutan," katanya.
Hal senada dikemukakan Ketua DPC PDIP Sumenep, Hunain Santoso. "Kami sudah memerintahkan kader dan segenap elemen pendukung PDIP untuk bekerja sama guna memenangkan Busyro dan Soengkono pada pilkada. Kalau ada kader PDIP yang 'nakal' terkait kebijakan pilkada, siap-siap saja dipecat," katanya. (antarajatim, 15 Maret 2010)
Jika memang pelanggaran itu terbukti dan banyak kader-kader PKB memilih calon-calon lain. Hal ini bisa menggoyahkan potensi suara yang ada pada pemilu legeslatif 2009 lalu. Bisa jadi kader PKB lebih tertarik kepada KH. Ilyasi Siraj maupun Hj. Dewi Khalifah. Bahkan yang lebih ekstrem lagi bisa menyeberang ke kandidat yang diusung parpol lainnya.
Sementara untuk Bambang Mursalin dengan potensi terbesar kedua sangat jauh dari konflik internal. Mengingat Partai Demokrat tambah solid paska pergantian kepemimpinan sebelumnya. Figur Ketua PLT Achsanul Qosasi mampu memberikan magnet bagi para kader dibawah untuk bergerak.
Apalagi Achsanul Qosasi sebagai anggota DPR RI memiliki basis dan sumberdaya politik yang kuat. Walaupun ada beberapa orang yang sangat kecewa atas pergantian ketua Partai Demokrat sebelumnya. Hal ini bisa diatasi dan terbukti dua anggota DPRD Sumenep KH. Kurdi dan Wiwid HarjoYudanto menyatakan kesetiaan. Menunjukkan keduanya hadir saat reses DPR RI di kantor Partai Demokrat, 18 Maret 2010.
Selain Partai Demokrat, Partai Golkar dan PKS juga bergabung. Kedua partai tersebut termasuk paling solid dan terhindar dari konflik internal. Ditambah lagi jejaring 15 parpol non parlemen yang memiliki basis yang ril. Parpol gurem ini kalah karena lemahnya sumberdaya, namun jaringan kecamatan dan ranting mereka tidak bisa diragukan.
Bahkan jika Bambang Mursalin bisa jika mampu menggandeng tokoh NU dan PKB Tentu akan berdampak positif dan akan menjadi nilai tambah pasangan calon dalam meraih suara. Ini bisa menjadi kendala dan menyedot basis suara Nadliyin yang lebih banyak berada di PKB. Belah sumangka PKB bukan lagi tiga dan malah bertambah empat orang yang siap merasakan enaknya.
Pemetaan ini memang bukan hitungan kualitatif, namun secara kuantitif potensi akan berdampak signifikan. Bisa saja akan terjadi croos cutting loyality antara pemilih parpol. Dimanan kemungkinan bisa terjadi, banyak kader partai yang menyebrang ke kandidat lainnya. Hal ini bisa terlihat dan terukur, siapakah partai yang memiliki soliditas dan sinergitas internal partai.
Kekuatan basis Nadliyin yang menjadi incaran banyak kandidat, tentunya akan berpengaruh peta dukungan di bawah. Diharapkan ormas Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Sumenep sebagai tenda kultural, mampu bersikap netral dalam dukung mendukung. Sehingga tidak ada benturan antar Kiai, santri dan warga Nahdliyin di bawah.
Semoga dengan banyaknya kandidat dari warga Nahdlyin mampu memberikan pendidikan politik. Pengurus NU dari cabang, ranting dan Badan Otonom NU harus menjadi kawah candra di muka dalam memegang teguh politik hard moral. Politik yang mengedepankan nilai-nilai moralitas dalam Pilkada. Jangan sampai ada benturan, bahkan saling menjelek-kan sesama warga Nahdlyin. Semoga lebih baik lagi (*)