Jumat, 15 Januari 2010

Sosok Lintas Batas M H Said Abdullah


You can achieve anything you want in life, if you have the courage to dream it, the intelligence to make a realistic plan, and the will to see that plan through to the end (Sidney A. Friedman)

Heterogenitas merupakan fakta yang tidak terbantahkan tentang Indonesia. Para Founding Fathers membangun negeri ini di atas keberagaman suku, kultur, agama, bahasa, ideologi politik dan sebagainya. Bangsa kita terdiri dari puluhan ribu pulau yang dihuni oleh suku-suku yang beragam. Indonesia berada di tengah masyarakat dunia sebagai satu bangsa yang sangat majemuk.

Kemajemukan mempunyai dua sisi yang saling berseberangan jika tidak dikelola secara benar. Di satu sisi, kemajemukan merupakan suatu kekayaan yang bisa menjadikan Indonesia suatu bangsa besar, kuat dan disegani. Sisi-sisi yang berbeda – entah suku, agama, kultur, aliran politik – ibarat unsur-unsur yang membentuk pilar utama sebuah rumah bangsa bernama Indonesia. Perbedaan-perbedaan itu bisa menjadi kekuatan yang mendorong terwujudnya persatuan dan kerja sama.

Tetapi, di sisi lain, keberagaman bisa tampil sebagai kekuatan destruktif yang menyulut pertentangan dan konflik serta mencerai-beraikan kehidupan suatu negara bangsa. Perbedaan-perbedaan suku, agama, haluan politik dan sebagainya menjadi bara api yang menjalar ke mana-mana hingga menghanguskan persaudaraan dan meruntuhkan perdamaian. Kondisi seperti ini bisa terjadi kalau setiap kelompok masyarakat yang berbeda lebih suka mengedepankan kepentingan kelompoknya, dan selalu merasa diri yang terbaik, paling benar, paling berhak dan paling sahih. Kehadiran dan keberadaan kelompok-kelompok lain yang berbeda dengan “kita” dianggap tidak ada (nothing).

Konflik-konflik dan kekerasan-kekerasan berbau primordial yang merebak di sejumlah kawasan di tanah air sejak paruh kedua tahun 1990-an memperlihatkan betapa heterogenitas bangsa Indonesia mudah dibelokkan oleh kelompok-kelompok tertentu menjadi kekuatan destruktif. Kerusuhan-kerusuhan rasial yang terjadi di Kalimantan, Ambon, Maluku, Poso serta beberapa kota di Sumatera dan Jawa, termasuk Jakarta menyisakan luka parah (fisik dan psikogis) yang membutuhkan proses panjang untuk menyembuhkannya.

Dewasa ini, tampaknya, virus-virus permusuhan menjalar secara liar di tengah masyarakat Indonesia seperti wabah penyakit menular yang sulit dibasmi. Fenomena yang menguat akhir-akhir ini adalah betapa mudahnya orang tersinggung dan cepat marah. Kalau boleh digeneralisir, orang-orang Indonesia semakin temperamental. Emosi dan perasaannya seperti kepala korek api. Digesek sedikit langsung menyala. Repotnya, kemarahan itu semakin membara ketika yang menjadi lawannya adalah orang atau kelompok dari lain suku, agama, ideologi atau golongan. Sementara itu, tindakan sewenang-wenang tanpa dilandasi hukum yang berlaku merupakan gejala yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, orang-orang cenderung mengelompokkan diri berdasarkan identitas primordial apakah suku bangsa, kultur, agama, ideologi politik dan lain-lain. Kondisi seperti ini merupakan ancaman besar bagi eksistensi bangsa Indonesia yang sangat heterogen.

Akibat terburuk dari realitas sosial tersebut adalah sebagian besar warga masyarakat, terutama yang tinggal di daerah-daerah yang rawan konflik, merasa bahwa Indonesia bukan lagi tempat yang aman untuk dihuni bersama oleh masyarakat yang memiliki latar belakang yang sangat beragam. Bagi mereka, semboyan ‘bhineka tunggal ika’ sudah kehilangan relevansinya. Itu hanya jargon politis yang tidak punya makna apa-apa. Mereka tidak merasakan ketentraman dan kedamaian berada di negeri ini. Pengalaman membuktikan bahwa kekerasan memang melukai semua orang, baik yang menjadi korban maupun yang menjadi pelaku.

Bagaimana membangun kerukunan dan perdamaian di atas heterogenitas masyarakat Indonesia? Jawabannya hanya satu: Indonesia membutuhkan manusia pendobrak (prime mover), yaitu orang yang bisa mendorong perubahan menuju tataran hidup bersama yang lebih baik, orang mampu berpikir dan hidup lintas batas agama, suku, adat istiadat, ideologi politik serta berbagai label sosial lainnya.

M.H Said Abdullah adalah salah seorang manusia prime mover yang bisa menerobos tembok-tembok primordial. Dia hadir di tengah masyarakat sebagai seorang tokoh yang memiliki visi yang kuat tentang Indonesia yang satu, utuh dan damai. Dia berjuang lintas batas demi kepentingan bersama tanpa memandang latar belakang sosial, budaya dan politik. Dia berada di atas semua kepentingan politik. Dia berjuang untuk keadilan, kerukunan dan kesejateraan semua orang. M.H Said Abdullah tampil sebagai tipe manusia multikultural, yang bisa hidup secara berdampingan secara damai dan saling menghormati di atas fakta keserbaragaman kondisi sosial, politik dan ekonomi bangsa Indonesia. Kehadirannya di panggung politik Indonesia ibarat senyala api di tengah kegelapan, yang tidak pernah padam oleh terpaan badai.

M.H Said Abdullah adalah sosok politisi yang memiliki visi yang kuat tentang Indonesia yang rukun dan damai. Dia memiliki kepedulian yang besar terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang menjalar di tengah masyarakat. Dia, misalnya, berbicara lantang ketika menangkap ketidakberesan dalam penyelenggaraan haji. Dia terlibat sangat intens dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang lintas batas. Dia bergaul dengan siapa saja tanpa memandang keserbaragaman latarbelakang. Cara bicaranya yang santun dan ramah membuatnya dekat dengan semua orang.

Manusia merupakan mahluk yang terbatas. Tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Namun, manusia merasa sempurna ketika dia berani bermimpi dan bisa mencapai apa yang dia inginkan sesuai yang dia rencanakan. Mengutip kata-kata Sidney A. Friedman, "You can achieve anything you want in life if you have the courage to dream it, the intelligence to make a realistic plan, and the will to see that plan through to the end."

M.H Said Abdullah tumbuh menjadi “Manusia Lintas Batas” karena dia memiliki visi yang jelas dan kuat tentang bagaimana membangun dan menghidupi Indonesia di atas dasar kebhinekaan.

http://saidabdullah.info/profil/sosok-said.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar