Rabu, 11 April 2012

Mengenal Wanita Madura dari Sosok Winda


Oleh Hady Dede (Kompasianer)

Tak dapat saya bayangkan bila sosok wanita tak hadir di tengah kehidupan ini, alangkah garingnya. Peran wanita yang sangat penting digambarkan secara jelas dalam semua kitab suci, bahkan dalam Al-Qur’an, kata wanita diabadikan sebagai nama sebuah surah, yakni An Nisa. Wajar, jika makhluk Tuhan yang paling kita banggakan adalah seorang ibu, yang tak lain sosok wanita.

Tak berlebihan bila kita memiliki wanita-wanita yang kita kagumi dan idolakan. Saya sendiri sangat bersyukur sempat membaca liputanmadura.com (baca di sini), karena di media online inilah saya mengenal sosok Winda Martina, gadis masa kini yang masih konsisten mewarisi nilai-nilai luhur wanita Madura. Jarang sekali wanita modern dan profesional seperti Winda (sapaan akrab), apalagi masih muda dan cantik, mampu memegang dan memelihara warisan nilai-nilai lokal. Salah satu warisan luhur wanita Madura yang tampak dari sosok Winda adalah kehalusan tutur kata dan perangainya.

Winda Martina terpilih sebagai Kacong tor Cebbing, sebuah ajang pemilihan putra-putri (Madura) di Sumenep tahun 2006-2007. Sehari-hari, Winda bekerja sebagai profesional sebuah bank swasta. Namun, kesibukan dan kelelahannya bekerja seharian, tak melunturkan kebugaran dan daya tarik penampilannya. Menariknya lagi, kecantikan luar yang dimiliki Winda ternyata bersumber dari dalam. “Kecantikan fisik itu semu kalau tidak lahir dari kecantikan hati.”

Inilah salah satu tulisan yang saya sukai tentang sosok Winda di portal Madura online.

Sosok Dewi Martina Agustira dikenal dengan panggilan Winda adalah seorang profesional muda, aktifis perempuan, relawan sosial, entertainer, photography dan, pegiat di bidang seni dan budaya. Winda adalah seorang cebbing Sumenep yang lahir dari pasangan Rohmaniah asal Banyuwangi daratan paling timur di Pulau Jawa dan (Alm) Sumartono asal Sumenep, daratan timur di Pulau Madura.

Masa kecil gadis yang cantik dan periang ini waktunya banyak dihabiskan di Jl. Trunojoyo Gang VIII-A, Kolor, Kabupaten Sumenep. Madura, Jawa Timur. Sebuah daerah wisata yang kaya akan budaya lokal yang memiliki identitas tersediri praktek kebudayaannya. Baik itu bahasa, tradisi, perilaku, seni dan kebudayaan lokalnya.

Namun Winda, sering mengalami kegelisahan dan kegundahan. Akankah kebudayaan lokal Sumenep khususnya dan Madura pada umumnya bisa bertahan di daerahnya sendiri? Bagaimana dengan serbuan budaya lokal Indonesia dari budaya asing. Apalagi di era liberalisasi informasi dan ekonomi, paska berdirinya Jembatan Suramadu?

Gadis kelahiran 16 Agustus 1990 ini mengatakan, sepertinya perlu kesadaran tiap warga Madura agar lebih mencintai kebudayaan lokal ketimbang budaya luar. Jika melihat kondisi sekarang ini, terlihat banyak sekali anak-anak muda yang tidak peduli lagi dengan budaya lokal Madura.

“Banyak anak muda jarang menggunakan bahasa halus Madura, atau bahasa yang penuh tatakrama untuk menghargai semua orang. Terutama yang dituakan dan dihormati,” ujar Winda yang juga aktif sebagai relawan sosial dan organisasi perempuan.

Penggemar Agnes Monica ini sering bertanya, apakah kebudayaan lokal asli Madura sudah tidak menarik lagi buat anak-anak muda saat ini? Padahal kata Winda, dengan mempertahankan budaya Madura sendiri, bisa membendung masuknya kebudayaan asing. Budaya lokal adalah tonggak pemersatu bangsa dan diperlukan peran banyak pihak untuk peduli pada topik ini.

“Kebudayaan lokal yang berasal dari tiap sudut di Madura dapat berperan sebagai pembentuk keberagaman. Hal ini menarik mengingat masing-masing memiliki keunikan yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia, bahkan dunia internasional,” tandas Mahasiswa Pasca Sarjana STIE Mahardika Surabaya.

Menurut profesional muda ini, Budaya lokal Madura merupakan jati diri bangsa Indonesia dan cermin kebhinekaan sikap bangsa yang menghargai segala perbedaan. Bisa dilihat dari macam-macam tarian di Indonesia, seni tradisional, bahasa, adat istiadat, hingga upacara adat yang beragam.

Selanjutnya kata Winda, dengan berbagai macam-macam kebudayaan inilah, dapat menjadikan kekuatan tersendiri untuk menarik wisatawan dari domestik sampai internasioanal. Faktanya juga banyak orang asing tertarik untuk mempelajari budaya lokal Madura.

“Kalau orang luar saja ingin mengenal dan tertarik dengan budaya Madura. Kenapa kita yang asli orang Madura malah mencintai budaya luar yang kadang tidak patut kita tiru,” pungkas gadis yang memiliki hobi photograpy ini. (rud)
Profil Winda :
Nama : Dewi Martina Agustira
Nama Lain : Winda
Kelahiran : Sumenep, Madura, 16 Agustus 1990 di Sumenep
Agama : Islam
Orang tua : Alm. Sumartono – Rohmaniah
Pendidikan : Pasca Sarjana STIE Mahardika Surabaya
Pekerjaan : karyawan di BCA
Hobi : Photography, Membaca Novel, Nonton Film, Dengerin Musik
Motto Hidup : Talk Less Do More, Miskin Kata-kata Kaya Tindakan
Musik : Katy Perry, Agnes Monica
Idola : Alm Papa dan Muhammad Sang Rasul

1 komentar: